JEO - Insight

Problematika Ibu Kota Nusantara: Patok Sudah Terpasang, Sosialisasi Tak Kunjung Datang...

Kamis, 9 Juni 2022 | 05:59 WIB

Riuh rendah pemindahan Ibu Kota Negara hanya ada di Jakarta. Para empunya lahan di calon ibu kota bernama Nusantara justru tak tahu apa-apa tentang nasib di masa depan. Buruknya komunikasi pemerintah membuat masyarakat dihantui ketakutan bahwa proyek raksasa di tanah nenek moyang itu justru akan memiskinkan dan memarginalkan, bukan menyejahterakan sebagaimana dijanjikan.

HARI sudah sore ketika Tim JEO Kompas.com menjejak Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Minggu (22/5/2022).

Tanpa papan bertulis selamat datang di Ibu Kota Nusantara, dari dalam mobil yang melintas di Jalan Negara, kami bisa langsung mengetahui bahwa desa itu masuk ke dalam Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) Ibu Kota Nusantara (IKN).

Sebab di beberapa titik tepi jalan, tertancap plang berwarna dominasi kuning yang menunjukkan informasi itu. Kami kemudian berhenti di salah satunya untuk melihat dari dekat.

Papan plang berbahan besi itu bertulis, “Batas Kawasan Inti Pusat Pemerintahan” berkelir hitam. Di bawahnya, terdapat tulisan lagi, “Dilarang Merusak”. Kali ini dikelir merah.

Sayang sepanjang mata memandang, tidak ada seorang pun warga yang beraktivitas untuk kami tanyai.

Tetapi, sekitar 15 meter dari plang berdiri, terdapat sebuah warung dengan lampu temaram. Kami lalu memasukinya.

Seolah menyadari kehadiran kami, seorang ibu keluar dari dalam rumah di belakang warung. Ia setengah berlari menuju kami yang sudah duduk di kursi kayu.

“Mau pesan apa, Pak?” tanya dia sembari merapikan jilbab. 

Patok batas batas kawasan inti pusat pemerintahan (KIPP) ibu kota negara (IKN) di Desa Bumi Harapan, Sepaku, Penajam Paser Utara, Kaltim, Sabtu (19/3/2022).
ZAKARIAS DEMON DATON/KOMPAS.com
Patok batas batas kawasan inti pusat pemerintahan (KIPP) ibu kota negara (IKN) di Desa Bumi Harapan, Sepaku, Penajam Paser Utara, Kaltim, Sabtu (19/3/2022).

Sebungkus mie instan berkuah pun menjembatani obrolan kami dengan sang ibu bernama Rania (57), hingga malam menjemput.

Rania bercerita, plang di depan rumahnya itu merupakan patok yang menandakan batas KIPP. Patok itu dipasang akhir Februari 2022 lalu oleh beberapa orang yang mengaku dari Kementerian ATR/BPN, aparat kecamatan, serta didampingi oleh personel kepolisian.

Pemasangan patok batas itu cukup mengejutkan Rania sekeluarga.

Pemerintah sama polisi main langsung pasang patok saja.

-Rania-

“Ya karena enggak ada omong-omongan apa dulu, dari kepala desanya, atau camatnya. Pemerintah sama polisi main langsung pasang patok saja,” ujar Rania.

Rania yang menguasai lahan satu hektare bersertifikat itu sempat menanyakan perihal pemasangan patok itu ke Ketua RT. Kebetulan, masih kerabat dekatnya.

Sayang, ia tidak mendapatkan informasi yang jelas hingga saat ini.

Sebenarnya, sejak 2019, Rania sudah mengetahui bahwa wilayah tempat ia bermukim masuk ke dalam kawasan IKN. Tetapi, informasi itu bersifat umum dan itu pun didapat dari media massa dan media sosial.

Belum ada seorang pun perwakilan pemerintah yang datang untuk memberitahukan secara resmi.

“Seumpama disuarakan dulu sebulan sebelumnya atau bagaimana, kan enak. Kompromi dulu dengan masyarakat. Jangan seperti ini, tiba-tiba langsung pasang patok, bikin saya kaget. Saya kesal betul itu,” lanjut Rania.

Rania saat ditemui Kompas.com di kediamannya di RT 10 Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Kalimantan Timur (Kaltim), Sabtu (19/3/2022).
ZAKARIAS DEMON DATON/KOMPAS.com
Rania saat ditemui Kompas.com di kediamannya di RT 10 Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Kalimantan Timur (Kaltim), Sabtu (19/3/2022).

Obrolan dengan Rania kemudian membawa kami ke warga Desa Bumi Harapan lainnya bernama Sarah (42), keesokan hari.

Rumah Sarah tidak terlalu jauh dengan Rania. Artinya, dekat pula dengan patok KIPP.

Sarah yang sehari-hari menjalani aktivitas Ibu rumah tangga sekaligus penjaga warung itu mengamini semua yang dikatakan tetangganya soal ketiadaan sosialisasi pembangunan IKN. Terlebih, spesifik soal pemasangan patok KIPP.

Padahal, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara sudah resmi belaku sejak Januari. Di dalamnya, tertuang batas-batas wilayah IKN.

Ketiadaan sosialisasi itu membuat Sarah resah dan bertanya-tanya. Bagaimana nasib warga lokal seperti dirinya bila wilayahnya dimanfaatkan pemerintah. Kemudian, bagaimana pula nasib bangunan, seluruh tanaman dan hewan ternak yang ada di atas lahannya.

Seperti Jakarta, penduduk aslinya malah tergusur. Saya takut akan seperti itu.

-Sarah-

Pikiran Sarah langsung tertuju pada beberapa suku asli sejumlah kota besar di Indonesia yang seiring waktu semakin tergerus pembangunan. Sarah khawatir bakal bernasib sama.

“Seperti yang lalu-lalu kan kita sudah pernah tahu bahwa orang-orang pribumi banyak yang disingkirkan. Seperti Jakarta, penduduk aslinya malah tergusur. Saya takut akan seperti itu,” ujar Sarah.

Kekhawatiran itu cukup bisa dimaklumi. Sebab, keluarga Sarah memiliki tanah cukup luas di Kecamatan Sepaku, yaitu sekitar 3.700 meter persegi dan terletak di dua desa.

Rinciannya, lahan seluas 700 meter persegi berada di Desa Bumi Harapan di mana ia tinggal. Sementara, sekitar 3.000 meter persegi sisanya berada di Kelurahan Pemaluan, wilayah yang sebagian besar juga masuk ke dalam KIPP IKN.

Sebagian besar telah bersertifikat hak milik melalui Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona), beberapa tahun silam.

Bila boleh berharap, ke depan ia ingin pemerintah tidak hanya memberikan uang ganti rugi atas lahan dan apa saja yang berada di atasnya. Tetapi pemerintah juga harus melibatkan masyarakat setempat dalam membangun IKN, bahkan sampai ketika IKN berjalan.

Dengan begitu, warga lokal tetap eksis dan tidak tergusur.

Sarah (42), warga Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara. Ia adalah salah satu warga yang lahannya masuk ke dalam kawasan inti pusat pemerintahan Ibu Kota Nusantara.
KOMPAS.com/FABIAN JANUARIUS KUWADO
Sarah (42), warga Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara. Ia adalah salah satu warga yang lahannya masuk ke dalam kawasan inti pusat pemerintahan Ibu Kota Nusantara.

Dalam hal kontribusi membangun IKN, Sarah berpendapat, warga kecil seperti dirinya tak perlu terlibat dalam urusan yang besar-besar. Cukup diberikan ruang berkontribusi sesuai dengan kapasitas, pasti sudah senang.

"Ya minimal kami suplai air minum atau permen untuk para pekerjalah. Ini malah saya dengar, yang dapat tender, dapat pekerjaan, orang dari luar. Harusnya libatkanlah kami warga di sini," ujar Sarah.

Rupanya, tidak hanya dua orang itu saja yang mengaku tidak mendapatkan sosialisasi penetapan KIPP. Warga Kelurahan Pemaluan, Suariun (58), yang kami jumpai setelahnya juga mengungkapkan hal senada.

Nanti ketika ada IKN, kami mau kayak apa, enggak tahu.

-Suariun-

Ironisnya, Suariun yang hanya tinggal bersama sang suami itu mengetahui informasi bahwa lahannya masuk ke KIPP justru dari tetangga.

"Enggak tahu saya (lahan masuk KIPP). Enggak ada yang kasih tahu. RT enggak kasih tahu, Bu Lurah juga enggak. Saya tahunya malah dari tetangga. Dia ribut-ribut katanya di sini mau untuk IKN," ujar dia.

Sama seperti Sarah dan Rania, ketidakjelasan informasi itu membuat Suariun takut dan khawatir akan nasibnya di masa mendatang.

Bila harus hengkang, Suariun yang merupakan warga transmigrasi dari Jombang, Jawa Timur itu merasa sayang terhadap rumah yang dibangunnya dengan cara mencicil sejak 2011.

“Ibaratnya sudah senanglah tinggal di sini. Kan lama kepingin punya rumah. Nah, ini sudah berdiri, tapi belum jadi sempurna. Nanti ketika ada IKN, kami mau kayak apa, enggak tahu,” ujar dia.

Hingga saat ini, Suariun sekeluarga bingung kepada siapa ia ingin mengutarakan pertanyaan sekaligus kegelisahan dan keluh kesahnya. 

Suariun (58), warga Kelurahan Pemaluan, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utama. Lahan milik Suariun masuk ke dalam kawasan inti pusat pemerintahan Ibu Kota Nusantara.
KOMPAS.com/FABIAN JANUARIUS KUWADO
Suariun (58), warga Kelurahan Pemaluan, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utama. Lahan milik Suariun masuk ke dalam kawasan inti pusat pemerintahan Ibu Kota Nusantara.

Rania, Sarah, Suariun dan warga lain yang tidak mendapatkan sosialisasi memadai itu pada dasarnya mengikuti saja keputusan pemerintah memindahkan Ibu Kota Negara ke wilayahnya.

Mereka bukan dalam posisi menolak. Sebab dalam kaca mata rakyat kecil, mereka menilai keputusan pemerintah tidak bisa diganggu gugat.

Mereka tidak pula berani memosisikan diri mendukung. Sebab, bagaimana mau mendukung bila nasib masa depan saja masih menggantung. 

Pendapat yang dikemukakan Sarah sedikit banyak bisa menggambarkan keresahan warga IKN yang belum mendapatkan kejelasan ini.

“Silakan membangun. Tetapi yang penting, warga sini jangan dimiskinkan, pribumi jangan dibuang,” kata Sarah.

Di tengah kegelisahan warga, roda pembangunan Ibu Kota Nusantara terus berjalan. Jalan utama di Kecamatan Sepaku yang biasanya sunyi setiap jelang malam, kini berganti ramai. 

Di KIPP, dekat Titik Nol, sejumlah alat berat tengah mempersiapkan jaringan jalan yang bakal menghubungkan kantor-kantor kementerian/lembaga. 

Truk-truk pengangkut material tanah hilir mudik di kawasan tersebut. Menampung tanah dari garukan alat berat, kemudian mengantarnya ke titik lain yang membutuhkan penebalan. 

Belasan kilometer dari Titik Nol, terdapat geliat pembangunan lain, yakni Bendungan Sepaku Semoi dan Intake Sepaku. Kedua proyek itu direncanakan bakal menjadi penyuplai air baku bagi aktivitas di IKN. 

Pada bulan Agustus-September 2022 mendatang, pembangunan di IKN dikabarkan akan kian masif. 

Bisingnya pembangunan IKN seolah 'menggilas' kegelisahan serta kekhawatiran warga yang menunggu kejelasan nasib. 

Alat berat beroperasi membangun jalur logistik di lahan hutan tanaman industri yang akan menjadi Kawasan Inti Pusat Pemerintahan  Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa (15/3/2022). Kawasan Inti Pusat Pemerintahan IKN Nusantara seluas 6.671 hektare itu rencananya akan terbagi menjadi tiga klaster, yaitu klaster kawasan inti pemerintahan, klaster pendidikan, dan klaster kesehatan. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nym.
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Alat berat beroperasi membangun jalur logistik di lahan hutan tanaman industri yang akan menjadi Kawasan Inti Pusat Pemerintahan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa (15/3/2022). Kawasan Inti Pusat Pemerintahan IKN Nusantara seluas 6.671 hektare itu rencananya akan terbagi menjadi tiga klaster, yaitu klaster kawasan inti pemerintahan, klaster pendidikan, dan klaster kesehatan. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nym.

 Sosialisasi Tak Menyeluruh 

Suara sumbang warga IKN itu kemudian kami konfirmasi ke banyak pihak. Pertama, pihak Kecamatan Sepaku. 

Kami terhubung dengan Sekretaris Kecamatan Sepaku, Adi Kustaman. Ia merupakan pejabat pemerintah daerah tingkat bawah yang mengikuti seluk beluk perkembangan pemindahan Ibu Kota Negara.

Melalui pesan di aplikasi WhatsApp, Senin (23/5/2022), Adi yang sejak pagi hari sibuk melayani tamu dari berbagai kementerian di KIPP berjanji akan menemui Tim JEO Kompas.com pada malam harinya.

Benar saja, pukul 20.30 WITA, Adi yang baru rampung mengerjakan tugasnya menyambangi kami yang tengah menginap di Kapon Jaya Guest House, Kecamatan Sepaku.

“Selamat datang di Sepaku,” sapa Adi membuka percakapan.

Sekretaris Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Adi Kustaman saat dijumpai Tim Kompas.com, pertengahan Mei 2022 lalu.
KOMPAS.com/FABIAN JANUARIUS KUWADO
Sekretaris Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Adi Kustaman saat dijumpai Tim Kompas.com, pertengahan Mei 2022 lalu.

Secara lugas, ia menegaskan, pembangunan IKN, terutama pemasangan patok KIPP, telah disosialisasikan kepada warga terdampak. Ia membantah pemerintah tidak melakukan sosialisasi. 

Hanya saja, ia mengakui, sosialisasi dilakukan secara singkat dan terburu-buru sehingga distribusi informasinya kemungkinan tidak menyeluruh. 

Adi mengungkapkan, sosialisasi pertama dilaksanakan pada 14 Februari 2022 di Balikpapan.

Sosialisasi itu dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN dan dihadiri oleh perwakilan dari Kantor Pertanahan Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), perwakilan Pemerintah Kabupaten PPU, hingga perangkat pemerintah daerah tingkat bawah.

Saya sudah minta Ketua RT untuk meneruskan informasinya. Tetapi apa yang terjadi di lapangan sampai atau tidak, saya tidak tau.

-Adi Kustaman-

Pertemuan itu mengagendakan rapat koordinasi dalam rangka persiapan pelaksanaan kegiatan pemasangan tanda batas kawasan Ibu Kota Negara dan KIPP.

“Disampaikan di sana bahwa UU 3/2022 tentang IKN sudah lahir. Karena delineasi IKN sudah clear sesuai UU itu, ada perintah untuk memasang patok KIPP," ujar Adi.

Dalam pertemuan itu, pihak pemerintah daerah menyadari bahwa pemasangan patok KIPP bakal menimbulkan kekisruhan di masyarakat. Oleh sebab itu, Adi mengusulkan agar patok ditancapkan setelah masyarakat terdampak menerima sosialisasi terlebih dahulu.

Pihak Kementerian ATR/BPN memberikan waktu satu hari bagi perangkat pemerintah daerah untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat terdampak.

Memanfaatkan waktu yang mepet, pada 15 Februari 2022 malam harinya, pihak kecamatan memanggil Lurah/Kepala Desa, Ketua RT, dan warga yang lahannya masuk ke dalam KIPP untuk kumpul di kantor kecamatan.

Tujuan pengumpulan itu adalah memberitahu bahwa pemasangan patok batas KIPP akan dilaksanakan keesokan hari, yaitu tanggal 16 Februari 2022.

Menurut Adi, pertemuan itu tidak dihadiri oleh seluruh warga terdampak. Hanya sekitar 50 orang yang datang.

"Sebagian lagi yang enggak hadir itu ada karena terlalu mendadak pertemuannya. Ada yang masih di kebun dan sebagainya. Ya itu wajar. Saya sudah minta Ketua RT untuk meneruskan informasinya. Tetapi apa yang terjadi di lapangan sampai atau tidak, saya tidak tau," ujar Adi.

Suasana sosialisasi pemasangan patok KIPP di Kantor Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Dok. Sekcam Sepaku
Suasana sosialisasi pemasangan patok KIPP di Kantor Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Sekadar catatan, jumlah penduduk di Kelurahan Pemaluan yakni 1.703 orang dengan 419 kepala keluarga. Sementara jumlah penduduk di Desa Bumi Harapan yakni 2.104 orang dengan 629 kepala keluarga.

Adapun, berdasarkan total jumlah kepala keluarga dari dua desa/kelurahan tersebut, jumlah yang lahannya masuk ke dalam KIPP sekitar 60 hingga 70 persen.

Artinya, bila jumlah warga yang hadir dalam sosialisasi pertama itu hanya sekitar 50 orang, tentu sangat kecil dibandingkan jumlah warga terdampak. 

Adi melanjutkan, ketika diberitahu bahwa akan dipasang patok batas KIPP, respons sekitar 50 warga yang hadir cenderung negatif. Bukan menolak, tetapi lebih ke mempertanyakan apa konsekuensi dari pemasangan patok tersebut. Apakah akan diganti rugi atau ada mekanisme lain.

Warga pun dijelaskan bahwa pemasangan patok ini hanya untuk menandakan daerah yang masuk ke dalam KIPP IKN. Oleh sebab itu, warga diharapkan ikut menjaganya.

Sudah diberikan pengertian, masih tetap enggak bisa. Jadi lebih baik saya tinggal. Karena masih banyak orang yang mendukung.

-Adi Kustaman-

Sementara perihal mekanisme ganti rugi bagi warga yang lahannya masuk ke dalam KIPP, akan disampaikan di kemudian hari menunggu arahan dari Kementerian ATR/BPN dan Badan Otorita Ibu Kota Nusantara.

"Saya memberanikan diri menyampaikan kepada warga bahwa keputusan ini sudah final. Ada sebagian atau seluruh lahan Bapak/Ibu yang masuk ke KIPP. Otomatis ke depan, pemerintah akan memanfaatkan lahan Bapak/Ibu sekalian," ujar Adi.

"Soal mekanismenya bagaimana, saya sampaikan, itu bukan wewenang kami kecamatan. Tapi saya memberikan gambaran bahwa akan melalui mekanisme ganti kerugian," lanjut dia.

Pada penghujung pertemuan itu, Adi sekali lagi meminta izin kepada warga untuk memasang patok KIPP Ibu Kota Nusantara di area mereka. Adi pun mengklaim, warga mengizinkannya.

"Saya izin mendirikan patok, gimana Bapak/Ibu sekalian? Saya tanya begitu. Dijawab mereka boleh. Ya sudah besok harinya patok dipasang," ujar Adi.

Lebih jauh, Adi mengakui, secara psikologis perangkat pemerintah daerah ingin agar program pemindahan Ibu Kota Negara berjalan mulus tanpa ada kendala.

Oleh sebab itu, strategi komunikasi yang dilancarkan pun menitikberatkan kepada kelompok warga tertentu.

Sementara, warga yang teridentifikasi sejak awal merespons negatif, bukan menjadi prioritas distribusi informasi.

“Saya kira, kami merasa lakukan itu juga. Dari awal memang sulit kami memberikan informasi, mengajak, memberikan edukasi. Tapi karena mereka ada yang sudah punya prinsip, mungkin (IKN) tidak akan mendatangkan kebaikan, ya kami tinggal,” ujar Adi.

“Sudah diberikan pengertian, masih tetap enggak bisa. Jadi lebih baik saya tinggal. Karena masih banyak orang yang mendukung untuk dilibatkan,” lanjut dia.

Patok batas kawasan inti ibu kota negara (IKN) yang masuk ke lahan masyarakat di Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kaltim, awal Februari 2022.
Dok. Kecamatan Sepaku
Patok batas kawasan inti ibu kota negara (IKN) yang masuk ke lahan masyarakat di Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kaltim, awal Februari 2022.

Adi juga mengakui, perspektif di tingkat akar rumput cukup beragam, pro dan kontra. Salah satu unsur yang memperkuat kelompok kontra adalah serbuan informasi yang didapat dari media massa dan media sosial. 

"Ini kan gagasan besar dan isu nasional. Informasi segala macamnya ada di media sosial dan televisi. Ketika pembahasan awal itu kan ada berbagai diskusi di televisi. Mungkin juga warga terpengaruh dari situ," ujar Adi. 

"Bagi yang dari awal sudah punya praduga atau prasangka atau pesimis terhadap IKN ini, ya dia akan terus dihantui ketakutan itu," lanjut Adi. 

Meski demikian, Adi menganggap ini adalah fenomena yang wajar. Hal yang paling penting adalah bagaimana pemerintah bisa terus hadir supaya masyarakat IKN tidak kehilangan hak-haknya. 

"Ini bagian dari tugas kami meskipun saya di pemerintah tingkat bawah. Saya selalu bilang, konsep pemindahan ibu kota negara ini berbeda. Seperti yang sudah sering disampaikan pemerintah, tidak mau mengulang sejarah masyarakat yang pernah tergusur," ujar Adi.

 Jawaban Presiden Hingga   Tim Transisi IKN 

Presiden Joko Widodo angkat bicara mengenai belum memadainya sosialisasi warga yang lahannya masuk ke KIPP IKN oleh kementerian/lembaga terkait.

Kepada JEO Kompas.com usai meresmikan Masjid At Taufiq di Jalan Raya Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (8/6/2022) sore, Presiden Jokowi mengakui bahwa sosialisasi memang belum masif.

"Sudah, tetapi memang belum masif," ujar Kepala Negara.

Oleh sebab itu, ia akan memerintahkan kementerian/lembaga terkait untuk segera menjalin komunikasi dengan warga yang lahannya masuk ke dalam IKN, khususnya KIPP.

Enggak akan ada masyarakat yang dirugikan. Jaminan, itu.

-Presiden Jokowi-

Pasalnya, dalam waktu beberapa bulan ke depan, pembangunan KIPP IKN bakal dimasifkan.

"Saya segera perintahkan untuk itu (sosialisasi)," ujar dia.

Salah satu hal yang penting untuk dijelaskan kepada warga terdampak, lanjut Kepala Negara, yakni soal nasib hak properti mereka. Baik berupa lahan, bangunan, atau apa yang bernilai di atasnya.

Presiden Jokowi sendiri belum mengetahui secara rinci seperti apa mekanisme kompensasi yang akan diberikan ke warga terdampak. Sebab, hal itu masih dalam kajian di kementerian/lembaga terkait. 

"Masyarakat harus dijelaskan masalah lahan. Mungkin ada yang bergeser, dan saya enggak tahu nanti apakah lewat tukar lahan, atau lewat ganti untung. Tapi saya kira, arahnya ke sana," ujar dia.

Menutup wawancara singkat itu, Kepala Negara pun meminta masyarakat lokal tidak perlu gelisah dengan pembangunan IKN.

Ia menjamin, pemerintah akan mengedepankan prinsip kompensasi yang sama sekali tidak merugikan.

"Enggak akan ada masyarakat yang dirugikan. Jaminan, itu," ujar dia.

Presiden Joko Widodo menyampaikan keterangan usai meresmikan Masjid At Taufik di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (8/6/2022).
dok. Sekretariat Presiden
Presiden Joko Widodo menyampaikan keterangan usai meresmikan Masjid At Taufik di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (8/6/2022).

Dijumpai terpisah di Jakarta, Kamis (3/6/2022) sebelumnya, Koordinator Tim Informasi dan Komunikasi Tim Transisi IKN Sidik Pramono mengungkapkan hal yang sama seperti yang diungkapkan Presiden.

Sosialisasi sudah dilakukan. Tetapi, belum dilaksanakan oleh Otorita IKN. Sebab, struktur badan tersebut belum rampung seratus persen.

“Jadi, masih kementerian/lembaga yang menjalankan (sosialisasi), meskipun itu tetap dikonsolidasikan ke Tim Transisi IKN,” ujar Sidik.

Bahkan, sosialisasi kembali digelar baru-baru ini di Kantor Kecamatan Sepaku sesuai arahan Presiden. 

Sidik mengakui, ada banyak kendala dalam menyosialisasikan pembangunan IKN kepada seluruh warga yang lahannya terdampak.

Yang jelas, begitu dipatok, bukan berarti tanah kamu diambil pemerintah.

-Sidik Pramono-

Tak menyebut secara rinci apa saja kendala yang dimaksud, Sidik mengatakan, kondisi itu menjadi tantangan tersendiri bagi kementerian/lembaga, Tim Transisi IKN, serta pemerintah daerah setempat untuk membumikan program pembangunan Ibu Kota Nusantara.

Mengenai masih banyak warga yang tidak mendapatkan sosialisasi pembangunan IKN, ia memastikan bahwa komunikasi akan tetap dilakukan secara berkelanjutan.

“Tentu masyarakat akan jadi bagian penting dalam proses pembangunan ini ke depan. Jadi masyarakat nanti pasti akan mengetahui hak-hak mereka, apa kontribusi yang mereka lakukan dan menjadi tidak khawatir bahwa mereka akan menjadi pihak yang terpinggirkan dalam pembangunan IKN ini,” ujar Sidik.

Menjawab kegelisahan warga tentang skema ganti rugi lahan, Sidik menekankan, pemerintah akan mengedepankan prinsip penggantian yang adil dan sesuai payung hukum berlaku.

Tetapi, skema apa yang akan ditempuh belum diputuskan. Sebab, sekali lagi ia mengatakan, struktur Otorita IKN belum rampung seratus persen.

Meski begitu, terdapat beberapa skema yang dikaji. Mulai dari pembelian lahan melalui mekanisme pengadaan lahan demi kepentingan umum, relokasi yang bernilai setara, atau membangun desa yang berada di KIPP sebagai warga pionir IKN.

“Yang jelas, begitu dipatok, bukan berarti tanah kamu diambil pemerintah,” ujar Sidik.

Nanti usai struktur Otorita IKN sudah rampung dan beroperasi, akan dibuka pula pengaduan masyarakat. Masyarakat yang lahannya masuk ke dalam IKN dapat memanfaatkan layanan tersebut untuk menyampaikan keluh kesah atau usulnya.

Ketua Tim Komunikasi Ibu Kota Nusantara Sidik Pramono di Jakarta, Kamis (2/6/2022).
dok. istimewa
Ketua Tim Komunikasi Ibu Kota Nusantara Sidik Pramono di Jakarta, Kamis (2/6/2022).

Anggota Tim Ahli dalam Tim Transisi sekaligus Rektor Universitas Mulawarman Masjaya juga mengungkapkan hal serupa.

Karena sosialisasi belum dipegang sepenuhnya oleh Otorita IKN, ia menilai, keluh kesah masyarakat yang lahannya masuk ke dalam KIPP namun belum tersosialisasi memadai merupakan situasi yang dapat dimaklumi.

Masjaya memastikan, selain soal ganti rugi lahan yang adil, Otorita IKN akan melibatkan warga setempat dalam pembangunan IKN.

Warga sekitar akan kita latih, kita bina, bagaimana agar bisa menjadi penyedia itu.

-Masjaya-

Saat ini, Masjaya bersama tim dari Universitas Mulawarman tengah menggodok program peningkatan keterampilan bagi masyarakat yang bermukim di IKN.

“Contohnya cara mengelola warung makan untuk pekerja saja. Makan tiga kali sehari, taruhlah makan tiga kali Rp 100 ribu. Warga sekitar akan kita latih, kita bina, bagaimana agar bisa menjadi penyedia itu,” ujar Masjaya saat dijumpai, Selasa (24/5/2022) di kantornya.

“Kalau dia melayani 100 orang pekerja saja per hari, berarti 100 orang dikali Rp 100 ribu dapat Rp 10 juta per hari. Kaget dia kalau enggak punya pengelolaan yang bagus. Makanya kita akan kasih cara manajemennya supaya diterima sebagai pemenang tender,” lanjut dia.

Usulan program ini diklaim telah disetujui oleh Otorita IKN dan akan dikerjakan usai struktur Otorita rampung.

Ia menekankan, pemerintah tidak memiliki niat untuk merugikan masyarakat. Sebaliknya, pemerintah ingin proses pembangunan Ibu Kota Nusantara dilandaskan pada pendekatan yang manusiawi

“Supaya masyarakat mendapatkan keadilan, merasa memiliki, sehingga manfaat dari pembangunan itu terasa. Saya ingat betul kepala Otorita IKN bilang, pendekatan kita adalah aspek keadilan,” ujar Masjaya.

Rangkuman Temuan Tim JEO Kompas.com selama liputan khusus di kawasan IKN

 Kesalahan Berulang yang   Mesti Diselesaikan 

Dosen Hukum Lingkungan dari Universitas Gadjah Mada Agung Wardana mengungkapkan, kekacauan komunikasi antara pemerintah pusat dengan masyarakat IKN adalah peristiwa yang berulang. 

"Jauh sebelum IKN, banyak Proyek Strategis Nasional yang mengalami polemik, kontroversi, yang sama. Sebut saja Mandalika, Wadas. Artinya, ini adalah kesalahan yang diulang-ulang. Kalau dalam konteks kejahatan, apa yang dilakukan pemerintah, residivis," ujar Agung saat berbincang dengan JEO Kompas.com, Selasa (7/6/2022). 

Akar masalah, menurut Agung, ada pada ketentuan normatif pemerintah dalam menjalankan proyek strategis nasional. 

Ketiadaan partisipasi sejak perencanaan ini yang menyebabkan banyak PSN ditolak di daerah-daerah. Karena rakyat kaget, tiba-tiba tanah mereka, rumah mereka, kampung mereka, dipatok masuk ke dalam PSN tanpa pernah tau atau dilibatkan.

-Agung Wardana-

Pada tahap perencanaan, sebuah Proyek Strategis Nasional (PSN) disusun oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan atau badan usaha. Tidak ada ketentuan yang mewajibkan pemerintah untuk menempatkan unsur masyarakat dalam tahap ini. 

"Padahal kalau kita bicara rencana pembangunan, mestinya mulai dari tahapan perencanaan saja itu sudah harus melibatkan masyarakat yang akan terkenda dampak," ujar Agung. 

"Ketiadaan partisipasi sejak dalam perencanaan inilah yang menyebabkan banyak PSN ditolak di daerah-daerah. Karena rakyat kaget, tiba-tiba tanah mereka, rumah mereka, kampung mereka, dipatok masuk ke dalam PSN tanpa pernah tau atau dilibatkan," lanjut dia. 

Pada tahap selanjutnya, yakni penentuan lokasi PSN, Agung juga melihat terdapat potensi masalah. 

Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, mekanisme penentuan lokasi praktis lebih banyak dilakukan di atas meja. Sebab dalam beleid itu, tidak ada kewajiban meninjau lapangan untuk mengetahui apa isi di ruang tersebut. 

Alhasil, pemerintah tidak memiliki informasi soal kompleksitas ruang itu. Siapa yang tinggal di atasnya, seperti apa budayanya, apa fungsi ekologi dari lahan itu, biodiversity apa yang ada di sana, dan sebagainya. 

"Inilah sebenarnya arahan UU Cipta Kerja. Memudahkan proyek pembangunan atau investasi mencari lokasi di mana saja yang mereka inginkan. Yang terpenting, lokasinya sesuai dengan rencana tata ruang," ujar Agung. 

"Apabila rencana tata ruang itu misalkan untuk infrastruktur, maka izinnya diberikan, dan persetujuan konfirmasi ruangnya diberikan tanpa perlu mengecek lapangan lagi. Nah ini yang kemudian sering menimbulkan konflik," lanjut dia. 

IKN
Kementerian PUPR
IKN

 

Mengenai janji pemerintah yang akan memberikan ruang pemberdayaan dan kontribusi bagi masyarakat lokal, Agung ragu akan berjalan mulus. 

Sebab, ruang kontribusi yang disediakan pemerintah biasanya berbentuk pengintegrasian masyarakat lokal dengan dunia kerja yang formal. Sementara, tingkat pendidikan masyarakat lokal cenderung belum cukup untuk menggapainya. 

Ujung-ujungnya, mereka hanya dikaryakan sebagai tenaga kerja tak terdidik dan tak terampil alias pekerja kasar. Kesejahteraan mereka pun boleh jadi bakal mandek. 

Dengan sosialisasi, dengan komunikasi bagus, potensi munculnya respons kurang baik soal pembangunan IKN ini, bisa diantisipasi.

-Arya Fernandes-

Efek domino pengaryaan masyarakat di dunia formal menjadi lebih kompleks ketika yang disasar adalah masyarakat adat. 

"Kalau diintegrasikan ke sistem kerja formal, mereka akan kehilangan identitasnya sebagai masyarakat adat," ujar Agung. 

"Misalkan mereka masyarakat adat yang hidupnya bercocok tanam atau membuka ladang berpindah. Dengan adanya IKN, artinya praktik-praktik budaya mereka, identitas mereka, akan hilang, dan mereka akan masuk ke dalam sistem modern, sistem yang formal," lanjut dia. 

Memaksakan sistem nilai modern kepada masyarakat adat yang sudah memiliki sistem nilai sendiri, menurut Agung, merupakan bentuk kekerasan sistemik. 

Peneliti Center for Strategic and International  Studies (CSIS) Arya Fernandez berpendapat, tidak ada cara lain bagi pemerintah selain mulai mendekatkan diri dengan masyarakat terdampak proyek pemindahan ibu kota.  

Komunikasi yang harmonis, berkelanjutan dan tepat sasaran, menurut Arya, bakalan menjadi modal penting bagi persepsi publik terhadap proyek raksasa itu sendiri, bahkan menentukan kelancaran prosesnya. 

"Dengan sosialisasi, dengan komunikasi bagus, potensi munculnya respons kurang baik soal pembangunan IKN ini, bisa diantisipasi, bisa diselesaikan," ujar Arya. 

 

Topik pembicaraan tentang pembangunan IKN nampaknya terlampau jauh. Bicaranya sudah menyentuh yang besar-besar, tetapi yang utama dan sederhana, yaitu komunikasi, justru luput dikerjakan. Di tangan pengambil keputusan hebat seperti Presiden Jokowi, tentu mengambil hati rakyat kecil bukan perkara sulit. Pasti cepat rampung.