JEO - Insight

[UPDATE]
Di Ibu Kota Belum Reda, Kasus Covid-19
di Provinsi Lain Makin Banyak Pula...

Rabu, 6 Mei 2020 | 21:26 WIB

[Update data nasional sampai dengan 6 Mei 2020 ]

MASIH ngeyel kelayapan? Masih mau mementingkan diri sendiri? Masih pakai alasan merasa paling sengsara? Masih mau cari aman sendiri? Tak mau peduli juga dengan penyebaran yang makin luas?

Langkah pemerintah untuk menahan penyebaran Covid-19 tampaknya belum efektif. Di Ibu Kota belum juga reda, kasus Covid-19 di provinsi lain makin banyak pula. Ada apa?

Baca juga: Jokowi, Covid-19, dan Hikayat Mudik

Ini perunutan dan visualisasi data kasus Covid-19 di Indonesia.

Sejumlah ambiguitas yang mengundang tanya tersurat juga dalam perunutan dan visualisasi data ini.

Buat pengingat, ada kutipan yang cukup menohok bagi para pembelajar, praktisi, dan pemerhati data, yang diperkenalkan luas oleh Mark Twain meski belum dapat dipastikan kutipan siapa awalnya, "There are three kinds of lies: lies, damned lies, and statistics."

Ada pula kutipan yang disebut bersumber dari Joseph Stalin dan dimuat pertama kali oleh kolumnis The Washington Post pada 1947, "A single death is a tragedy; a million deaths is a statistics."

Terganggu dengan kutipan-kutipan itu? Semoga itu tersebab hati nurani yang bersuara.

Karena, sejatinya setiap kematian apalagi karena wabah seperti ini adalah tragedi. Bahwa setiap yang meninggal adalah anak seseorang, ayah atau ibu seseorang, kerabat seseorang, kenalan seseorang, dan yang pasti adalah seorang manusia.

Baca juga: Sembuh dari Covid-19, Kesakitan Belum Tentu Usai...

 

M E N U:



Baca juga:

COVID-19 YANG MELUAS DALAM VISUALISASI DATA

PERTAMA kali Indonesia mengumumkan kasus positif penyakit akibat virus corona (Covid-19), Senin (2/3/2020), domisili pasien adalah Jawa Barat, di salah satu kota penyangga Ibu Kota.

Baca: Jokowi Umumkan Dua Orang di Indonesia Positif Corona

Karena lokasi yang diduga menjadi awal penularan ada di wilayah DKI Jakarta, tak berselang lama kasus positif Covid-19 pun makin banyak terungkap di Ibu Kota dan kota-kota penyangga di sekitarnya. 

Bahwa kasus ini bermula dari luar negeri, sejumlah provinsi dengan tujuan wisata internasional, punya lokasi bisnis dengan rekanan bisnis dari luar negeri, atau jadi tempat tinggal pekerja yang berurusan dengan orang asing pun mencatatkan kasus positif Covid-19.

Lalu, tersebab kasus ini juga berasal dari negara dan atau lokasi kerja—seperti kapal pesiar— yang ada sejumlah orang Indonesia bekerja di sana, beberapa provinsi asal para pekerja ini menyusul lagi di daftar kasus positif Covid-19.

Baca: Kasus 6 di Indonesia, Pasien Covid-19 Kerja di Kapal Diamond Princess

Namun, bagaimana menjelaskan persebaran penyakit ini ke daerah-daerah yang isinya hanya orang kita, tak pernah pergi keluar negeri bahkan hanya beraktivitas di sekitar area domisilinya, tak pula bekerja dengan orang asing? 

Dari 1 jadi 34 provinsi

Hanya dalam hitungan satu bulan lebih sedikit—tak sampai 1,5 bulan bahkan—, 34 provinsi di Indonesia telah mencatatkan kasus positif Covid-19.

Dari dua kasus positif di satu provinsi menjadi lebih dari 10.000 kasus di 34 provinsi. Dari dua kota jadi 350 kabupaten kota di Indonesia. Ini semua merujuk data hingga 6 Mei 2020. 

Baca: Kisah Ibu Rumah Tangga Hamil Terinfeksi Corona, Tak Punya Riwayat Bepergian...

Berikut ini tersaji rangkaian data nasional hingga 6 Mei 2020, merujuk data dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di situs web covid19.go.id.

Klik tombol play (segitiga di dalam lingkaran abu-abu) di bawah grafik batang untuk melihat pergerakan datanya:

  
 

Sebentar, kok di tren perubahan kasus harian ada angka negatif untuk data kasus di luar DKI Jakarta?

Nah, begini ceritanya. Dua infografik di atas disusun berdasarkan kronologi keterangan juru bicara pemerintah Achmad Yurianto. 

Hingga 17 Maret 2020, pemerintah hanya dua kali menyebut lokasi kasus positif Covid-19 di Indonesia.

Yang pertama adalah saat Presiden Joko Widodo mengumumkan dua kasus positif Covid-19 pertama di Indonesia pada 2 Maret 2020.

Kali kedua adalah saat Yuri pada 17 Maret 2020 menyebut ada enam kasus positif Covid-19 yang didapat dari hasil pengujian di laboratorium Universitas Airlangga.

Baca juga: Kapan Virus Corona Masuk Indonesia Masih Misteri, Perlu Analisis Lanjutan...

Data yang dibagikan ke publik, termasuk wartawan, dalam susunan tabel dan lokasi provinsi kasus baru muncul pada 19 Maret 2020, dengan isi data hingga 18 Maret 2020 dan 19 Maret 2020.

Kalau mau heran lagi, data kronologi pertambahan kasus yang belakangan dilansir Pemerintah dalam peta sebaran di laman covid.go.id, memperlihatkan data pada 1 Maret 2020 sudah ada enam kasus positif di Indonesia, seperti terlihat pada gambar berikut ini:

Peta Sebaran Kasus Positif Covid-19 di Indonesia, Hasil Tangkap Layar pada 3 Mei 2020 pukul 01.40 WIB - (https://covid19.go.id)

Untuk lebih lengkapnya, berikut ini adalah lini masa (timeline) data publik berdasarkan pengumuman pemerintah atas kasus positif Covid-19 di Indonesia: 

Terlepas dari data yang tersedia, satu fakta jelas di depan mata. Kasus di Ibu Kota belumlah bisa dibilang reda dan kasus di provinsi lain masih terus saja bertambah.  

 

DATA RINCI

INI pun, Indonesia tidak memilih kebijakan melakukan tes massal Covid-19 secara nasional.

Kalaupun ada tes massal, sebagian besar pengujian itu adalah tes cepat (rapid test) yang sudah dinyatakan banyak pakar dan otoritas bahwa itu tak cukup akurat hasilnya. 

Baca: Mengenal Rapid Test Corona, Cara Kerjanya, dan Siapa yang Boleh Tes

Jangan-jangan, angkanya lebih besar lagi?

Investigasi Reuters menebalkan sinyalemen itu. Sebelumnya, dugaan serupa dilontarkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Lalu, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih punya pendapat yang sama.

 

Baca juga:

Data resmi memang hanya tersedia dari versi pemerintah lewat Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

Sinyalemen dari Reuters, Anies, dan Daeng mencuat dari banyaknya kasus kematian yang dipulasara menggunakan prosedur Covid-19 dan fakta kematian pasien dalam pengawasan (PDP) sebelum hasil tes swab-nya keluar.

Jauh-jauh hari, wartawan Kompas Ahmad Arif sudah memperingatkan publik bahwa ada wabah baru yang mengancam dunia, termasuk Indonesia. Kedekatan relasi Indonesia dan China—sebagai lokasi pertama yang mencuat terkena wabah—jadi argumentasinya.

Baca: Mengapa Rapid Test Corona Bisa Negatif Palsu, sedangkan PCR Butuh 3 Hari?

Bukannya bersiap, sejumlah pejabat negara termasuk dari otoritas kesehatan justru sempat menjadikan wabah ini semacam kelakar. Virus itu tak akan tahan dengan cuaca Indonesia, adalah satu di antaranya.

Nasional

Klik tombol play (segitiga di dalam lingkaran abu-abu) di bawah grafik batang untuk melihat pergerakan datanya:

 

Kasus kematian pertama tercatat pada 11 Maret 2020, ketika pemerintah mencatat ada 34 kasus positif Covid-19 di Indonesia. Secara persentase, ini setara dengan 2,94 persen.

Adapun data pasien sembuh terdata pertama kali pada 10 Maret 2020, dengan dua pasien dinyatakan sembuh, saat jumlah pasien positif tercatat 27. Dari persentase, ini setara dengan 7,41 persen.

Baca juga:

Hingga 6 Mei 2020 angka kesembuhan terhadap total kasus tercatat 18,63 persen, dengan jumlah kematian 7,195 persen dari total kasus positif.

Meski demikian, angka kesembuhan memperlihatkan tren peningkatan sementara jumlah pasien yang meninggal secara persentase menurun dari hari ke hari.

Berikut ini infografiknya, sorot area infografik untuk mendapatkan detail data per tanggal:

 

Adapun tren penambahan kasus harian dapat dilihat dalam infografik berikut ini, klik tombol play (segitiga di dalam lingkaran abu-abu) di bawah grafik batang untuk melihat pergerakan datanya:

 

Sebaran provinsi

 

ODP, PDP, dan pengujian

Hingga 6 Mei 2020, merujuk data yang dilansir Kementerian Kesehatan, tercatat ada 240.726 orang dalam pemantauan (ODP) dan 26.932 pasien dengan pengawasan (PDP).

Saat ini tersedia 47 laboratorium reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) dan 1 laboratorium tes cepat molekuler (TCM) di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet Kemayoran.

Sejak 1 April 2020 hingga 6 Mei 2020, ada 92.860 orang menjalani pemeriksaan spesimen menggunakan RT-PCR dan 116 TCM. Dari pengujian itu, 12.389 pasien positif Covid-19 terdeteksi melalui RT-PCR dan 116 orang melalui TCM. 

Baca juga:

PSBB

Hingga 6 Mei 2020, tercatat empat provinsi memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Empat provinsi itu adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Gorontalo, dan Sumatera Barat.

Selain itu, ada 22 kabupaten kota yang juga menerapkan PSBB. Dari jumlah ini, 10 di antaranya sudah melewati batas akhir pemberlakuan PSBB.

Daftar lengkap wilayah yang telah dan atau pernah memberlakukan PSBB dapat dilihat di tabel berikut ini:

Data Wilayah yang Pernah dan Masih Menerapkan PSBB hingga 6 Mei 2020 - (bnpb.go.id)

 

HARUS APA?

YANG dapat kita lakukan adalah bersama-sama berupaya meminimalkan penyebaran kasus ini lebih luas. Mengapa? Karena belum ada obat dan atau vaksin untuk penyakit ini.

Mengapa pula yang dapat melakukan pencegahan adalah kita?

Ya karena kita adalah "variabel" bergerak yang dapat memilih untuk sementara melakukan pembatasan jarak dan aktivitas atau hendak melanggar sehingga memperbesar risiko penyebaran.

Betul juga, ini pilihan yang serba tidak enak. Buat semua orang, mau kaya ataupun miskin, dalam skala dan jenis tantangan masing-masing.

Baca juga: Jokowi, Covid-19, dan Hikayat Mudik

Saat ini, penyebaran ke provinsi lain patut diduga karena banyak orang memilih pulang ke kampung halaman begitu ekonomi di Ibu Kota mulai terasa menyesakkan. Ada faktor lain, tentu saja, tetapi fenomena ini juga adalah fakta.

Larangan mudik yang akhirnya dikeluarkan pemerintah pun masih ada yang hendak melanggar dengan berbagai cara. Padahal, bila menilik jumlah orang yang mudik dari tahun ke tahun dari Ibu Kota saja angkanya bakal bikin bergidik bila dikaitkan dengan Covid-19.

Mengapa? Karena banyak kasus didapati tidak memperlihatkan gejala awal pada orang yang telah terinfeksi virus corona penyebab Covid-19.

Baca juga: 70 Persen Orang Terinfeksi Corona Tanpa Gejala dan Bisa Tularkan VIrus

Bayangkan, bila orang berbondong-bondong keluar dari area Ibu Kota dan kota-kota penyangga—dengan banyak warga beraktivitas di DKI Jakarta juga—akan seperti apa data kasus Covid-19 di Indonesia? Itu pun kalau ketahuan dan terdata sebagai kasus Covid-19.

Buat catatan, berikut ini infografik jumlah orang yang pulang kampung dan atau mudik pada 2018 dan 2019:

 

Baca juga: Mengapa Jaga Jarak sampai Karantina Penting untuk Cegah Penyebaran Corona?